1. Klasisisme
Klasisisme adalah aliran dalam seni rupa yang mengacu kepada
karya-karya klasik Yunani Kuno dan Romawi. Kata klasik ini mengacu kepada
keindahan dan kesempurnaan bentuk dimana lambang-lambang kehidupan diwujudkan
dalm bentuk-bentuk yang sempurna dan indah. Sebagai contoh, wujud dewa selalu digambarkan
sebagai pria tampan dan bijaksana, Dewi Venus digambarkan sebagai wanita cantik
dan sempurna. Mengiringi kelahiran klasisisme, maka muncul pula aliran-aliran
yang mengacu kepada zaman klasik dengan diawali kata neo, seperti neo gotic,
neo renaisance, neo barok, dan sebagainya.
2. Romantik
Romantisisme tumbuh di Eropa pada awal abad ke-19 dengan
mengambil tema-tema yang dahsyat, penuh khayalan dan perasaan,
petualangan-petualangan fantastis, serta kejadian-kejadian yang luar biasa.
Aliran romantik menekankan kepada aspek emosional dari kehidupan manusia. Dalam
bentuk lukisan, maka karya-karya romantik ditandai dengan kontras cahaya yang
tegas, kaya dengan warna, serta komposisi yang benar-benar hidup.
Di Indonesia, aliran romantisme merupakan aliran tertua di
dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha
membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan
alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan.
Alian romantik dalam seni rupa diyakini lahir di Perancis
yang dipelopori oleh Theodore Gericault dan Eugene Delacroix. Karya Delacroix
yang terkenal adalah Rakit Medussa (The Raft of Medussa) yang menggambarkan
pertarungan dan pembunuhan di atas rakit Medussa. Sedangkan pelukis romantik
Indonesia, Raden Saleh Sjarif Bustaman telah menghasilkan karya, seperti Banjir
Bengawan Solo, Hutan Terbakar, serta lukisan yang sangat terkenal yang
menggambarkan pertarungan antara seekor banteng melawan due ekor harimau, yaitu
Antara Hidup dan Mati (Op Leven en Dood). Hal tersebut sangat jelas mewakili
karya-karya romantik.
3. Impresionisme
Dalam dunia seni rupa, aliran ini berawal dari ungkapan yang
mengejek pada karya Claude Monet (1840-1926) pada saat pameran di Paris tahun
1874. Karya ini menggambarkan bunga teratai pada pagi hari yang yang
ditampilkan dalam bentuk yang samar dan warna kabur sehingga oleh sebagian
kritikus seni disebut sebagai "impresionistik", suatu lukisan yang
menampilkan bentuk yang sederhana dan terlalu biasa.
Karakteristik utama lukisan impresionisme adalah kuatnya
goresan kuas, warna-warna cerah (bahkan banyak sekali pelukis impresionis yang
mengharamkan warna hitam karena dianggap bukan sebagai dari cahaya), komposisi
terbuka, penekanan pada kualitas pancahayaan, subjek-subjek lukisan yang tidak
terlalu menonjol, dan sudut pandang yang tidak biasa.
Sebagai pelopor impresionisme, Monet tetap melanjutkan gaya
melukis tersebut. Objek-objek lukisannya, misalnya pemandangan alam, kesibukan
kota, dan sebagainya dengan menitikberatkan pada cuaca, yakni peralihan cuaca
siang hari. Gerakan impresionisme ini kemudian didukung oleh sejumlah pelukis
Perancis lainnya, seperti Eduard Manet, Edgar Degas, Auguste Renoir, Camille
Pissaro, dan Alfred Sesley. Kemudian, gerakan impresionisme ini berkembang pula
di Jerman, Belanda, dan Inggris.
4. Neo impresionisme
Dalam neo impresionisme, pelukis melukiskan objek dengan
lebih menekankan pada pencahayaan yang lembut. Neo impresionisme ini merupakan
kelanjutan dari impresionisme dan lahir di Belanda. Menurut Williem Maris, neo
impresionisme bukanlah melukiskan seekor sapi, tetapi efek-efek cahaya pada
sapi.
Berdasarkan teori spektrum warna, cahaya matahari
sesungguhnya terdiri atas warna-warna bersusun. Hal tersebut telah memberi
inspirasi bagi pelukis Signac untuk membuat teori bahwa suasana selalu
dipengaruhi oleh spektrum yang berubah-ubah. Pendapat tersebut kemudian
melahirkan gaya baru dalam melukis yang disebut dengan divisionisme, yaitu
teknik melukis yang menempatkan warna-warna dalam spektrum yang berdekatan
langsung di atas kanvas berupa titik-titik kecil.
Teknik tersebut kemudian berkembang lagi menjadi luminisme
yang dikembangkan dengan teknik pointilisme. Luminisme lahir pada tahun 1885
yang didukung oleh pelukis George Seurat (1859-1891) dan Paul Signac
(1863-1935). Neo impresionisme ini didukung pula oleh Paul Cezanne dan Paul
Gauguin.
5. Realisme
Realisme dalam seni rupa dapat diartikan sebagai usaha dalam
seni rupa untuk memperlihatkan kebenaran atau kenyataan, bahkan tanpa
menyembunyikan hal yang buruk sekalipun. Realisme sebenarnya merupakan gejolak
atau gerakan penolakan atas gerakan romantik yang dianggap tidak nyata dan
terlalu berlebih-lebihan, sekaligus penolakan atas eksplorasi keindahan yang
terdapat pada impresionisme.
Hal-hal yang diangkat pada lukisan-lukisan realis adalah
kepahitan hidup, penderitaan pekerja keras, kesibukan-kesibukan kota, pasar,
pelabuhan. Realisme dalam seni lukis dipelopori oleh George Hendrik Breitner
(1857-1923), sedangkan dalam seni patung dipelopori oleh Auguste Rodin.
6. Simbolisme dan monumentalisme
Penganut aliran seni lukis simbolisme ini merasa tidak puas
terhadap kenyataan lahiriah yang banyak diungkapkan pada aliran realisme dan
impresionisme. Karena kaum impresionisme dan realis tidak pernah menganggap
agama sebagai pijakan dalam berkarya. Kondisi tersebut kemudian mendorong
sejumlah pelukis untuk mulai mencari pijakan lain dengan menggali bentuk-bentuk
pengungkapan yang dapat mewakili pergolakan batin mereka. Para seniman ingin
menyelami lebih dari sekedar penderitaan lahiriah ke atas kanvas. Karya-karya
simbiolisme pada umumnya menggambarkan pergolakan batin yang menampilkan
berbagai perasaan, seperti kegelisahan, pesimisme, kemurungan, dan sejenisnya
yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk personifikasi.
Simbiolisme yang menampilkan bentuk sederhana dan berkembang
menjadi wujud hiasan dan perlambangan, kemudian disebut dengan monumentalisme.
Aliran ini sebenarnya terlahir dari penggalian karya-karya seni rupa kuno,
seperti karya-karya seniman Mesir Kuno, sedangkan simbiolisme mengacu
berorientasi kepada kesenian masyarakat Hindu.
Pelukis simbiolisme yang terkenal adalah William Blake
(1757-1827) dari Inggris, sedangkan pelopor monumentalisme adalah seniman dari
Perancis, Pierre Puvis de Chavannes (1824-1898). Pelukis-pelukis simbiolisme
dan monumentalisme lainnya adalah Jan Toorop dan Anton der Kinderen dari
Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar