Senin, 30 Mei 2016

ALIRAN-ALIRAN SENI RUPA PADA ABAD KE-19

1. Klasisisme
Klasisisme adalah aliran dalam seni rupa yang mengacu kepada karya-karya klasik Yunani Kuno dan Romawi. Kata klasik ini mengacu kepada keindahan dan kesempurnaan bentuk dimana lambang-lambang kehidupan diwujudkan dalm bentuk-bentuk yang sempurna dan indah. Sebagai contoh, wujud dewa selalu digambarkan sebagai pria tampan dan bijaksana, Dewi Venus digambarkan sebagai wanita cantik dan sempurna. Mengiringi kelahiran klasisisme, maka muncul pula aliran-aliran yang mengacu kepada zaman klasik dengan diawali kata neo, seperti neo gotic, neo renaisance, neo barok, dan sebagainya.
Seni rupa aliran klasisme

2. Romantik
Romantisisme tumbuh di Eropa pada awal abad ke-19 dengan mengambil tema-tema yang dahsyat, penuh khayalan dan perasaan, petualangan-petualangan fantastis, serta kejadian-kejadian yang luar biasa. Aliran romantik menekankan kepada aspek emosional dari kehidupan manusia. Dalam bentuk lukisan, maka karya-karya romantik ditandai dengan kontras cahaya yang tegas, kaya dengan warna, serta komposisi yang benar-benar hidup.

Di Indonesia, aliran romantisme merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan.

Alian romantik dalam seni rupa diyakini lahir di Perancis yang dipelopori oleh Theodore Gericault dan Eugene Delacroix. Karya Delacroix yang terkenal adalah Rakit Medussa (The Raft of Medussa) yang menggambarkan pertarungan dan pembunuhan di atas rakit Medussa. Sedangkan pelukis romantik Indonesia, Raden Saleh Sjarif Bustaman telah menghasilkan karya, seperti Banjir Bengawan Solo, Hutan Terbakar, serta lukisan yang sangat terkenal yang menggambarkan pertarungan antara seekor banteng melawan due ekor harimau, yaitu Antara Hidup dan Mati (Op Leven en Dood). Hal tersebut sangat jelas mewakili karya-karya romantik.

Op Leven en Dood karya Raden Saleh Sjarif Bustaman

3. Impresionisme
Dalam dunia seni rupa, aliran ini berawal dari ungkapan yang mengejek pada karya Claude Monet (1840-1926) pada saat pameran di Paris tahun 1874. Karya ini menggambarkan bunga teratai pada pagi hari yang yang ditampilkan dalam bentuk yang samar dan warna kabur sehingga oleh sebagian kritikus seni disebut sebagai "impresionistik", suatu lukisan yang menampilkan bentuk yang sederhana dan terlalu biasa.

Karakteristik utama lukisan impresionisme adalah kuatnya goresan kuas, warna-warna cerah (bahkan banyak sekali pelukis impresionis yang mengharamkan warna hitam karena dianggap bukan sebagai dari cahaya), komposisi terbuka, penekanan pada kualitas pancahayaan, subjek-subjek lukisan yang tidak terlalu menonjol, dan sudut pandang yang tidak biasa.

Sebagai pelopor impresionisme, Monet tetap melanjutkan gaya melukis tersebut. Objek-objek lukisannya, misalnya pemandangan alam, kesibukan kota, dan sebagainya dengan menitikberatkan pada cuaca, yakni peralihan cuaca siang hari. Gerakan impresionisme ini kemudian didukung oleh sejumlah pelukis Perancis lainnya, seperti Eduard Manet, Edgar Degas, Auguste Renoir, Camille Pissaro, dan Alfred Sesley. Kemudian, gerakan impresionisme ini berkembang pula di Jerman, Belanda, dan Inggris.

Lukisan karya Monet

4. Neo impresionisme
Dalam neo impresionisme, pelukis melukiskan objek dengan lebih menekankan pada pencahayaan yang lembut. Neo impresionisme ini merupakan kelanjutan dari impresionisme dan lahir di Belanda. Menurut Williem Maris, neo impresionisme bukanlah melukiskan seekor sapi, tetapi efek-efek cahaya pada sapi.

Berdasarkan teori spektrum warna, cahaya matahari sesungguhnya terdiri atas warna-warna bersusun. Hal tersebut telah memberi inspirasi bagi pelukis Signac untuk membuat teori bahwa suasana selalu dipengaruhi oleh spektrum yang berubah-ubah. Pendapat tersebut kemudian melahirkan gaya baru dalam melukis yang disebut dengan divisionisme, yaitu teknik melukis yang menempatkan warna-warna dalam spektrum yang berdekatan langsung di atas kanvas berupa titik-titik kecil.

Teknik tersebut kemudian berkembang lagi menjadi luminisme yang dikembangkan dengan teknik pointilisme. Luminisme lahir pada tahun 1885 yang didukung oleh pelukis George Seurat (1859-1891) dan Paul Signac (1863-1935). Neo impresionisme ini didukung pula oleh Paul Cezanne dan Paul Gauguin.

Lukisan aliran neo impresionisme

5. Realisme
Realisme dalam seni rupa dapat diartikan sebagai usaha dalam seni rupa untuk memperlihatkan kebenaran atau kenyataan, bahkan tanpa menyembunyikan hal yang buruk sekalipun. Realisme sebenarnya merupakan gejolak atau gerakan penolakan atas gerakan romantik yang dianggap tidak nyata dan terlalu berlebih-lebihan, sekaligus penolakan atas eksplorasi keindahan yang terdapat pada impresionisme.

Hal-hal yang diangkat pada lukisan-lukisan realis adalah kepahitan hidup, penderitaan pekerja keras, kesibukan-kesibukan kota, pasar, pelabuhan. Realisme dalam seni lukis dipelopori oleh George Hendrik Breitner (1857-1923), sedangkan dalam seni patung dipelopori oleh Auguste Rodin.

Lukisan aliran realisme


6. Simbolisme dan monumentalisme
Penganut aliran seni lukis simbolisme ini merasa tidak puas terhadap kenyataan lahiriah yang banyak diungkapkan pada aliran realisme dan impresionisme. Karena kaum impresionisme dan realis tidak pernah menganggap agama sebagai pijakan dalam berkarya. Kondisi tersebut kemudian mendorong sejumlah pelukis untuk mulai mencari pijakan lain dengan menggali bentuk-bentuk pengungkapan yang dapat mewakili pergolakan batin mereka. Para seniman ingin menyelami lebih dari sekedar penderitaan lahiriah ke atas kanvas. Karya-karya simbiolisme pada umumnya menggambarkan pergolakan batin yang menampilkan berbagai perasaan, seperti kegelisahan, pesimisme, kemurungan, dan sejenisnya yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk personifikasi.

Lukisan aliran simbolisme karya William Blake
Simbiolisme yang menampilkan bentuk sederhana dan berkembang menjadi wujud hiasan dan perlambangan, kemudian disebut dengan monumentalisme. Aliran ini sebenarnya terlahir dari penggalian karya-karya seni rupa kuno, seperti karya-karya seniman Mesir Kuno, sedangkan simbiolisme mengacu berorientasi kepada kesenian masyarakat Hindu.


Pelukis simbiolisme yang terkenal adalah William Blake (1757-1827) dari Inggris, sedangkan pelopor monumentalisme adalah seniman dari Perancis, Pierre Puvis de Chavannes (1824-1898). Pelukis-pelukis simbiolisme dan monumentalisme lainnya adalah Jan Toorop dan Anton der Kinderen dari Belanda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar